Cerpen Cinta Hanya Sebatas Mimpi

Sepertinya admin lagi kecanduan ide dadakan mulu nih, setelah sebelumnya Cerpen Galau Cintaku Salah Alamat.

Kali ini admin posting Cerpen Cinta Hanya Sebatas Mimpi, salah satu imaginasi yang sepertinya sedikit diluar kendali. Yaahhh setidaknya Seiyanya semua butuh dicurahkan dalam hal yang bermanfaat bukan? Tidak ada salahnya untuk mengabadikan sebuah moment. Langsung di cek aja yuk gimana kisahnya,

Cerpen Cinta Hanya Sebatas Mimpi
Cerpen Cinta Hanya Sebatas Mimpi

Hanya Sebatas Mimpi


Thalita mematikan lampu kamarnya, kemudian merebahkan tubuhnya dikasur kamar. Melihat hanphonenya sekilas untuk kembali memastikan apakah dalam keadaan menyala, melirik pojok kiri atas layar hanphonenya dimana jam menunjukkan pukul 22:34 malam menandakan ia seharusnya tidur lebih cepat jika menginginkan esok hari bangun pagi karena harus berangkat kerja.

"Saatnya tidur, semoga mimpi indah Thalita..." ucap Thalita sendiri, menarik selimut hingga menutupi sebagian tubuhnya dan mulai menutup matanya dengan senyum yang dianggapnya paling manis.

Zzzz

"Kemana lagi kita?" tanya Fardhan kearah Thalita yang tampak tersenyum manis berjalan disampingnya.

"Emm... Aku mau naik itu..." tunjuk Thalita kearah bianglala yang berada didepannya. Fardhan menatapnya dan seolah berfikir "Oh ayolah, aku menginginkannya," lanjut Thalita dengan manja.

"Baiklah, tapi aku dengar ada mitos kuno dibianglala itu," ucap Fardhan sambil melangkah kearah bianglala.

"Oh ya, mitos seperti apa?" tanya Thalita tampak penasaran.

"Mitosnya, siapa yang jadian dibianglala itu akan bertahan lama hubungannya," Jawab Fardhan sambil tersenyum.

"Benarkah? Wahh, kalau begitu kak Fardhan nggak ada niat mau nembak aku disaat kita menaiki bianglala itu bukan?" balas Thalita dengan nada bercanda, sengaja dilakukannya untuk menggoda pria itu.

"Memangnya kenapa?" bukannya menjawab, Fardhan malah balik bertanya. Alisnya terangkat tanda bingung, karena dengan kalimat yang Thalita ucapkan, bukankah gadis itu sudah menolaknya?

"Karena mitos itu tentu saja," jawab Thalita sambil tertawa.

"Jadi kamu tidak mau jika mungkin aku melakukannya dan hubungan kita bertahan lama?" tanya Fardhan memastikan.

"Iya," jawab Thalita tegas, Fardhan terdiam. Sepertinya gadis itu tidak memiliki perasaan yang sama seperti yang ia rasakan "Karena hanya bertahan lama tidak menjamin untuk selamanya bukan?" lanjut Thalita sambil tersenyum. Fardhan terdiam dan berusaha untuk mencerna lanjutan dari kalimat Thalita. Dan kemudian ia tersenyum saat menyadari maksud dari ucapan Thalita.

"Jadi maksudnya..."

"Ayo cepat, kita hampir sampai," potong Thalita dan menarik Fardhan untuk mengikutinya, sengaja untuk menghentikan apapun yang Fardhan fikirkan tentang kalimatnya. Dan sepertinya Fardhan juga tidak mempermasalahkan hal itu, karena kemudian ia tersenyum dan dengan senang hati mengikuti kemana arah Thalita membawanya.

"Aku sedikit takut ketinggian," ucap Thalita namun senyuman jelas tergambar dibibirnya menandakan apa yang ia ucapkan berbanding balik dari apa yang ia rasakan, Fardhan hanya tersenyum menanggapinya. Menyadari memang begitulah gadis itu, sepertinya kalimat yang ia ucapkan selalu saja menutupi apa yang sebenarnya dirasakan.

"Tapi aku suka karena ada kamu," lanjut Thalita sambil tersenyum. Yang kali ini membuat Fardhan tidak bisa menahan tawanya, bukankah ini kali pertama gadis itu mengatakan terus terang akan hal itu. Thalita sendiri tidak menyadari kenapa kalimat itu begitu saja terucap. Namun ia sedikit senang karena akhirnya ia bisa mengatakannya meskipun dengan nada bercanda. Kemudian keduanya terdiam sambil menikmati pemandangan dari atas bianglala yang terus berputar.

"Nih minum dulu," Fardhan menyodorkan pop ice dengan dua pipet kearah Thalita sambil duduk disampingnya. Menikmati suasana sore dengan angin yang berhembus dari arah laut didepannya.

"Terimakasih," balas Thalita dan meminum pop ice ditangannya tepat saat bibirnya menyentuh pipet pertama, dengan tak terduga Fardhan melakukan hal yang sama. Meminum pop ice menggunakan pipet yang satunya. Kaget, Thalita menatap kearah Fardhan dengan membulatkan matanya.

Dan satu detik yang terasa cukup lama membuat pandangan keduanya bertemu, Meminum dari wadah yang sama. Astaga, dengan cepat Thalita menarik dirinya dan terbatuk karena kaget, sementara Fardhan sendiri seolah tidak ada yang terjadi juga menjauhkan dirinya dari pop ice yang sempat diminumnya. Dan tanpa bisa dicegah, jantungnya berdetak diluar kendali.

"Kamu sengaja melakukannya bukan?" keluh Thalita setelah berhasil mengendalikan dirinya, Fardhan hanya angkat bahu berusaha untuk tampak tidak terlalu perduli.

"Yahh, aku hanya ingin saja," balas Fardhan sambil lalu, Thalita menatapnya curiga "Romantis bukan?" lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Thalita tentu saja kesal, bukan hanya karena Fardhan menggodanya, tapi juga karena dia malah terpesona akan hal itu. Menyebalkan.

"Romantis? bukannya pelit?" tanya Thalita dengan nada bercanda, sengaja untuk membalas perbuatan pria itu yang menggodanya. Namun kali ini Fardhan justru malah tertawa "Yasudah, aku tidak mau meminumnya lagi," lanjutnya sambil cemberut.

"Habiskan, mubazir tau kalau dibiarkan begitu. Ayo ikut denganku..." balas Fardhan sambil berdiri, kemudian mengulurkan tangannya. Thalita diam sejenak seolah berfikir. Kemudian ia mengangguk dan meraih uluran tangan Fardhan. Thalita tersenyum tipis, kemudian berdiri dan siap mengikuti kemanapun pria itu membawanya, sepertinya tidak ada salahnya untuk mempercayai pria itu.

"Aku tidak tau kalau kamu menginginkan kita bergandengan tangan," ucap Fardhan sambil menahan senyumnya melihat tingkah Thalita.

"Aku hanya melakukannya karena aku melihat kamu menginginkan hal itu. Nggak lucu kan kalau aku menolak uluran tangan dari seseorang tepat didepanku begitu?" balas Thalita tidak membiarkan Fardhan terus menggodanya.

"Yaahh, tadinya aku mengulurkan tangan untuk pop ice ditanganmu. Kali aja kamu beneran tidak ingin meminumnya," ucap Fardhan dengan santai dan membuat Thalita menatapnya kesal, bukannya takut Fardhan malah tertawa. Sepertinya menggoda gadis itu menjadi salah satu hobynya mulai saat ini. Entah kenapa wajah kesal dari gadis itu benar-benar menarik perhatiannya.

Thalita siap menarik tangannya kembali saat Fardhan malah menggenggamnya dengan erat. Membuat Thalita menatap kearah tangannya yang digenggam Fardhan kemudian berpindah menatap kearahnya minta penjelasan.

"Kalau kamu belum tau, aku termasuk orang yang tidak akan melepaskan seseorang yang sudah ku genggam," bisik Fardhan pelan sambil tersenyum namun entah kenapa kalimat itu malah membuat jantung Thalita berdetak diluar kendali. Namun bukan sesuatu yang buruk, dan sepertinya senyuman Fardhan sendiri menular karena membuat Thalita ikut tersenyum karenanya.

"Bangun... Sudah jam 8 tau, memangnya kamu nggak kerja?" pertanyaan bernada keras itu membuat Thalita membuka matanya dengan paksa dan terduduk kaget. Salah satu kelemahannya sejak dulu jika terkejut, dan itu lebih parah saat dalam keadaan tidur. Sepertinya kekagetannya memang diluar kendali, bahkan saat ini matanya benar-benar terbuka lebar, rasa kantuknya menguap begitu saja. Tergantikan dengan jantungnya yang langsung berdetak diluar kendali.

"Astaga, mimpi." hanya satu kalimat itu yang keluar dari mulut Thalita setelah akhirnya ia bisa mengendalikan dirinya dan kemudian "Huaaa... TER-LAM-Bat!" Jerit Thalita begitu melihat jam yang berada didinding kamarnya, 08:15 dan jam kerjanya masuk tepat pukul 09:00 pagi.

Bagaimana bisa jam 9 masuk, namun 8:15 masih dirumah bahkan baru bangun tidur. Untuk pertama kalinya, sepertinya mulai saat ini ia harus menjauhkan dirinya dari memikirkan sesuatu yang mengganggu dirinya. Bagiamana bisa ia memimpikan hal konyol seperti itu. Yahh, setidaknya pria itu hanya bisa diraihnya dalam mimpi, memang sebatas mimpi namun dengan bodohnya Thalita malah tersenyum senang akan hal itu.

The End

Detail cerpen Sebatas Mimpi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar