Cerbung Love at first sight part ~ 3

Gays, admin lagi demam ini. Tapi masih juga disempet-sempetin buat update karena udah lama nggak ada nongol kan, belum lagi disamping kerjaan yang masih menumpung. Ahiss... ya udah lah, syukurin aja. Toh cerbung love at first sight juga belom kelar emang tanggung jawab admin kan.

Nah karena udah lama nggak nongol, kali aja lupa sama part yang sebelumnya bisa langsung cek disini, cerbung love at first sight part ~ 2. Over all, happy reading yaa...

Love at firsh sight part ~ 3
Love at first sight part ~ 3

Cerbung Love at First Sight


"Kalau kamu sampai bohong, jangan harap kamu bakalan hidup," Ancam Olive saat aku menceritakan semuanya yang sudah terjadi semalem saat dia tidak hadir kesekolah. Meskipun aku ceritanya lengkap sama bumbu-bumbunya biar makin keliatan menarik, itu sudah sering terjadi bukan? saat bercerita akan sedikit dilebih-lebihkan biar lebih menarik. Aku rasa itu tidak apa-apa yang jelas kalau Revan, pria yang aku kagumi dan sukai diam-diam itu menyatakan cintanya padaku.

"Bahkan aku rela kamu cincang-cincang kalau aku hanya berhalusinasi. Karena setelah semua harapan ini menjadi seperti ini aku tentu tidak sanggup kalau harus tau ini hanya sebuah hayalan," balasku penuh keyakinan. Karena setelah aku fikir-fikir lagi, memang benar. Jika ini hanya halusinasiku saja mungkin aku akan jatuh pada level terendah. Kebahagiaan ini sudah tidak bisa aku ungkapkan lagi, dan mana mungkin aku sanggup menghadapi kalau ini hanya halusinasi semata.

"Baiklah, baiklah. Aku akan percaya denganmu, jadi kapan kamu akan menerimanya?" tanya Olive mulai bersemangat.

"Akuuu... Sebenernya masih belum tau apa yang akan aku lakukan padanya," jawabku akhirnya sambil menggigil jariku. Kebiasaan saat kebingungan itu muncul kepermukaan, aku akan menggigit jariku tanpa sadar.

"Loh, kamu ini bagaimana sih, dia kan sudah menembakmu. Memangnya mau kamu anggurin begitu saja. Kalau memang apa yang dia itu benar, aku yakin dia membutuhkan jawabanmu dengan segera. Atau dia akan mengaggapmu tidak menyukainya dan dia akan mencari wanita lain untuk menjadi pacarnya karena patah hati, atau bisa jadi dia akan bunuh diri lalu menggetayangimu seumur hidup. Aku yakin kamu tidakk akan tenang jika hal itu terjadi bukan?" kata Olive lengkap dengan ekspresi penuh kesereusannya. Seperti menakut-nakuti anak SD yang sedang dihukum.

"Bukan seperti itu, aku hanya sepertinya butuh waktu. Aku tidak mungkin menerimanya begitu saja, memangnya kamu bisa percaya kalau dia menyukaiku. Bahkan kami tidak pernah bertegur sapa sebelumnya, aku hanya takut patah hati saja. Atau kalau memang apa yang dia katakan itu benar, aku takut kalau aku tidak seperti yang dia harapkan sebelumnya. Karena dia hanya melihat kepribadianku diluar saja, dia sama sekali tidak tau bagaimana kehidupanku sesungguhnya," aku ku dengan takut, itu memang yang membuatku bingung saat ini. Karena bisa saja kan dia akan langsung mencampakkanku saat aku tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan, lalu apa yang akan terjadi pada hatiku saat kebahagiaan itu baru saja datang. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa selain kehampaan.

"Nggak usah Naif deh, kamu tuh pesimis banget si jadi orang. Udahlah, untuk apa yang akan terjadi nanti kamu kan bisa pendekatan sama dia. Yang penting itu rengkuh dia dulu, kalian bisa saling mengenal saat pacaran. Dari pada kamu membiarkannya kemudian tidak ada kontak sama sekali, bukannya itu lebih mengerikan ya? Kamu ambil resiko rasa sakitnya tapi mendapatkan kebagaiaannya," kata Olive dengan nada menyemangati, aku masih terdiam mempertimbangkannya.

"Aku takut saat harapanku udah sampai level atas kemudian semua tidak sesuai harapan," kembali aku mempertimbangkan nya.

"Kalau begitu ya jangan berharap terlalu lebih," balas Olive dengan seenaknya.

"Tentu saja tidak bisa. Aku sudah menganggap ini adalah harapan terakhirku," bantahku dengan cepat. Enak saja dia kalau ngomong begitu, memangnya itu bisa ditahan. Aku bahkan sudah bertahan untuk tidak pingsan saat Revan mengakui hal itu semalam, bagaimana mungkin aku harus mempertipis harapanku, saat ini rasa cintaku bahkan sudah pada taraf tidak tertolong lagi.

"Lalu kamu maunya seperti apa?" akhirnya Olive bertanya pelan, aku terdiam. Sebenernya itu juga yang sedang aku fikirkan saat ini, lalu aku maunya seperti apa? Aku memang menyukainya, bahkan cinta. Tapi aku masih tidak mempercayai kalau Revan memiliki rasa yang sama denganku, bagaimana mungkin aku percaya hal itu begitu saja. Kemudian aku menggeleng lemah, tidak bisa mengatakan langsung. Aku yakin Olive bahkan mengerti hanya dengan gelengan itu saja.

Apa mungkin ini aneh ya, harusnya aku akan senang saat orang yang aku sukai membalas perasaanku bahkan menyatakan perasaannya tanpa mengetahui aku juga menyukainya, tapi yang aku rasakan malah perasaan takut. Takut jika semua ini hanya ilusi semata, karena Tuhan pasti akan memutar roda kehidupannya. Sebentar bahagia, dan sebentar lagi pasti derita. Aku tidak mungkin bisa bertahan jika semua ini langsung berakhir begitu saja. Tentu itu tidak cukup adil bukan?

"Kalau kamu memang berfikir demikian, manfaatkanlah kebahagiaan yang sedang kamu dapatkan saat ini. Agar nanti saat penderitaan yang kamu terima, kamu akan lebih mempersiapkan diri," nasehat Olive sambil menggenggam tanganku memberikan kekuatan, karena sepertinya tanpa sadar aku sudah menyuarakan isi hatiku barusan. Tanpa sadar sepertinya aku memang sudah mengatakan apa yang membuatku takut untuk melangkah, namun apa yang Olive katakan itu benar. Bahagia dan derita itu sudah ada yang mengaturnya, Kita hanya bisa mengikuti alur yang sudah ditetapkan, maka manfaatkanlah selagi kebahagiaan itu yang datang.

"Baiklah, sepertinya memang aku saja yang terlalu pesimis," akhirnya aku menghembuskan nafas lega, sedikit mengisi oksigen dalam paru-paru ku untuk mempermudah pernafasan. Karena sejak tadi yang aku rasakan hanya sesak didada, entah karena terlalu bahagia atau malah jadi terlalu khawatir. Aku menjadi tidak bisa berfikir jernih.

"Nah itu baru Devi yang aku kenal. Selalu berfikir optimis dan tidak gampang menyerah," kata Olive sambil tersenyum bersemangat "Karena aku tidak mau jika Revan sampai mencari wanita lain atau bunuh diri untuk menggentayaimu seumur hidup, hehehhe" lanjutnya sambil bercanda. Aku ikut tertawa mendengarnya, meskipun hal itu tidak mungkin terjadi. Atau yaahh mungkin sepersekian persen lah jika itu memang akan terjadi.

"Siapa yang akan mencari wanita lain atau bunuh diri?" pertanyaan itu langsung membuatku dan Olive menoleh keasal suara dan kaget saat mendapati Revan yang sedang berdiri disampingku dengan nampan ditangan berisi semangkok bakso dan es rumput laut, membuatku tak mampu menahan kekagetan dan membulatkan mataku. Jangan bilang kalau Revan mendengar pembicaraanku dan Olive tadi. Tidak, itu memalukan. Atau dia akan langsung menarik kata-katanya tadi dan tidak jadi memutuskan untuk mencintaiku, jangan-jangan dia langsung ilfeel denganku dan mempertimbangkan lagi untuk menjadi pacarku, aduh-aduh bagaimana ini. Bego banget si sampe ngobrol tapi nggak ngeliat kiri kanan. Aduhhhh...

"Tenannglah, aku tidak sampai seperti itu..." ucapan Revan kembali membuat mataku membulan karena kaget, bahkan Revan mengenggam tanganku untuk menenangkan. Aduh, jangan bilang kalau aku mengatakan lagi apa yang sedang aku fikirkan. Revan tampak tersenyum sempurna dan membuatku yakin kalau aku sudah benar-benar mengatakan apa yang tadi aku fikirkan, aish memalukan. Aku melirik Olive yang duduk didepanku dan tampak wajahnya menunjukkan keterkejutan kemudian geleng-geleng kepala melihat nya, membuatku semakin yakin kalau aku memang mengatakan apa yang sejak tadi aku fikirkan. Aku langsung menundukkan wajahku menahan malu, aku yakin saat ini wajahku pasti sudah memerah saking gugupnya.

"Aku rasa dia benar-benar gugup saat ini Rev," ucap Olive sambil tersenyum meledek membuatku mendelik kearahnya, aduh benar-benar tidak membantu. Bagaimana mungkin dia malah membuatku semakin malu seperti ini.

"Justru itu yang membuatku semakin menyukainya..." balas Revan sambil tersenyum, dan terlihat jelas dimatanya kalau dia sedang bahagia. Membuatku semakin merasa malu dan sebisa mungkin menyembunyikan wajahku dari pandangannya "Aku sudah bilang kan, jangan menunjukkan wajah seperti itu. Aku jadi semakin gemes melihatnya," lanjutnya. Namun jelas sekali kalau sebenarnya itu bukanlah sesuatu yang salah untuk dilakukan. Terlihat jelas dari nada bicaranya kalau sebenarnya dia suka dengan apa yang sudah dilihatnya. Aduh, ini pasti akan membuat wajahku semakin memerah.

"Sudah, tidak usah digodain terus. Nanti dia bisa pingsan," ucap Olive yang sepertinya sama sekali tidak membantu. Jelas sekali dari nadanya kalau dia senang melihatku gugup seperti ini. Bahkan meskipun aku tidak melihatnya aku tau kalau Revan sedang tertawa menanggapi ledekan Olive terhadapku.

"Baiklah, baiklah... Oh iya kita belum kenalan kan. Namaku Revan..." ucap Revan kearah Olive sambil mengulurkan tangannya.

"Olive, sahabatnya Devi," balas Olive sambil menjabat tangan Revan dan tersenyum senang. Ayolah Devi, berhenti bertingkah memalukan seperti ini. Bernafaslah, bernafaas.... Huuffhh...

"Sudah mendingan??" tanya Revan sambil menatap kearahku, menyadari apa yang aku lakukan. Dan lagi-lagi membuat kegugupanku semakin parah, ini bahkan lebih memalukan. Aku harus bagaimana untuk menetralkan diri. Revan nyebelin.

"Aku baik-baik saja," balasku sambil menatap kearah lain, dimana saja yang jelas bukan kearah Revan. Karena hal itu tidak akan membantu sama sekali.

"Baiklah. Jadi apa yang kalian bicarakan tadi sebelum aku bergabung. Aku dengar ada yang ingin mencari wanita lain atau bunuh diri. Siapa?" tanya Revan yang dari nadanya hanya pertanyaan sambil lalu namun telak mengenai hatiku lagi. Karena tampak ia dengan santai menikmati bakso dimangkuknya, Aku langsung menatap kearah Olive dan menegaskan dengan pandanganku Diam-jangan-banyak-bicara. Olive membalas tatapanku dengan jawaban Siap-bos.

"Bukan sesuatu yang penting..." jawab Olive sambil mengangkat bahu kemudian ikut menikmati makanan dimangkuknya. Aku kembali bernafas lega kemudian menatap mangkuk bakso yang berada didepanku, masih tinggal setengah. Tapi sepertinya aku bahkan sama sekali sudah tidak nafsu, jantung ku saja masih berdebar tidak karuan sekarang.

"Tapi kalau yang dibicarakan itu aku, mungkin kalian punya opsi yang ketiga," kalimat Revan membuatku dan Olive menatapnya kaget, semetara yang ditatap masih menikmati makanannya dan fokus pada isi mangkuknya "Mungkin aku akan berusaha untuk membuat gadis itu menatapku," lanjutnya masih dengan intonasi santai bahkan tanpa menatap kearahku maupun Olive, bahkan ia tidak mengetahui kalau Olive membulatkan matanya kaget, sementara aku. Aku sudah merasa cukup gugup sekarang dan tidak tau lagi harus bereaksi apa. Revan menatap kedepan dan Olive buru-buru menyantap makanannya karena tidak mau dianggap tidak sopan karena melototi orang yang masih berada didepannya.

"Bagaimana?" tanya Revan kerahku yang masih mentapnya dengna kaget setelah mendengar ucapannya "Itu lebih mudah ku lakukan dari pada mencari wanita lain atau bunuh diri dan menghantuimu aku rasa," lanjutnya kembali yang semakin membuatku tidak bisa bicara. Bahkan Olive yang langsung tersedak dan segera meminum minumannya begitu mendengar ucapan Revan. Lihat, Olive saja seterkejut itu apa lagi aku yang menjadi objeknya saat ini. Kejadian ini benar-benar membuat jantungku bahkan sudah tidak bisa bergerak normal.

"Tolong, sayangilah jantung ini sedikit saja. Aku tidak mau dia meloncat keluar dari rongganya kalau kamu terus mengatakan hal-hal seperti itu," akhirnya hanya kalimat itu yang bisa aku ucapkan membuat Olive menahan tawanya sementara Revan mengertukan kening bingung, tapi kemudian tertawa yang membuatku malah semakin terpesona. Aduh, sepertinya tidak ada yang bisa membuatku berhenti terpesona dengan apa pun yang Revan lakukan.

"Kamu itu lucu banget sih, mana ada jantung yang bakal keluar dari rongganya," kata Revan setelah tawanya mereda. Mungkin memang benar, tapi itu bisa saja terjadi jika pergerakan jantung itu seperti yang aku rasakan sekarang. Bahkan dadaku sampai sakit menahannya, aku yakin kalau ini tidak dihentikan dengan segera semua orang akan mendengarkan detakannya.

"Aku tidak sedang bercanda. Please..." akhirnya aku menampakkan wajah memelasku, memita sedikit saja kebaikannya untuk tidak memperparah keadaanku. Bukan, aku bukan tidak suka. Hanya saja ini tampak memalukan, bagaimana bisa aku malah meminta sesuatu yang aneh seperti ini. Hal itu makin membuat Revan tertawa lepas, seperti tidak ada beban yang menghadapinya. Tawa itu benar-benar lepas, tanpa beban sedikit pun.

"Baiklah, ayo kita mulai pelan-pelan dan tidak terburu-buru. Aku juga tidak menginginkan jantung mu meloncat dari rongganya," kata Revan sambil tersenyum dan mengusap kepalaku pelan. Semakin membuat tubuhku lemas, kontak fisik ini bahkan membuatku langsung meleleh walau hanya dilakukan dengan gerakan ringan. Bahkan ini sebenarnya hanya perlakuan biasa, namun saat Revan yang melakukannya itu tampak luar biasa efeknya "Tapi aku senang karena jantungmu beraksi terhadap ku," lanjutnya sambil tersenyum senang. Dan sepertinya senyuman itu juga menular, karena membuatku ikut tersenyum kearahnya. Ahh mungkin memang aku terlalu mencintainya, atau karena rasa ini sudah lama terpendam. Hingga saat keluar akan membuat hal itu menjadi sulit untuk dihentikan. Namun apapun itu, aku bahagia bisa mengobrol dengannya, bisa kembali melihat senyumnya dan aku bahagia saat aku kembali terpesona dengannya. Benar-benar bahagia.

Berlanjut ke cerpen cinta love at first sight part 04


Detail cerpen
  • Judul cerpen : Love at first sight
  • Penulis : Mia mulyani
  • Panjang : 1.867 word
  • Serial : Cerbung
  • Genre : Romantis, remaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar