Cerpen cinta One Day "I Love You"

Udah lama ya kagak post??? Hohoho lambai-lambai saja lah, setelah lama terbengkalai ini blog akhirnya si admin nongol dibalik tumpukan jeruji, eh enggak dink. Masih tetap cantik, ealah busyet mendadak narsis pulak ini. Okelah, dari pada kebanyakan bacod nggak jelas, kali ini admin mau kasi pemanasan cerpen yang ntah kenapa jadi nggak jelas juga (???) Judulnya One Day "I Love You" Aneh yak??? Sebodo lah, yang penting posting :D Permulaan coy...

Berhubung yang terakhir posting juga entah jaman kapan itu, yang judulnya CLBK {Cinta lama belum kelar} Dan pasti juga sudah pada lupa ia kan, nah untuk kali ini, kalau udah pada penasaran langsung saja deh cek kebawah. Cekidot...

Cerpen One Day "I Love You"
One Day "I Love You"

Cerpen Cinta One Day "I Love You"


“Mia, kenapa manyun kayak gitu?” pertanyaan Muna membuat Mia yang sedang mengaduk-aduk minuman didepannya menoleh sekilas tanpa semangat.

“Huuffhh... Besok Minggu aku sudah harus On the way, sementara hari ini aku sama sekali belom memberi tau apa pun tentang kepergiaan ini pada makhluk itu,” jawab Mia yang lebih terdengar seperti keluhan dan kembali menghembuskan nafasnya kesal.

“Maksud nya cowok itu?” tanya Oviecq seolah sudah tau siapa yang Mia maksud dengan kalimat ‘Makhluk itu’ sosok yang setau mereka disukai oleh Mia sejak dulu, bukan hanya suka. Tapi cinta malahan. Itu lah mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dirasakan oleh Mia.

“Tinggal bilang saja, ‘I’m on the way next day, please don’t be calling me again’ beres kan?” ucap Amar dengan pasang wajah tanpa dosa nya, yang dengan segera membuat tatapan Mia melotot dan dibalas dengan cengiran tanpa bersalahnya. Kalau tidak mengingat bagaimana sifat Amar selama ini sudah pasti sendok pengaduk es campur yang ia nikmati itu melayang kekepala pria itu, seenaknya saja saran yang dia berikan.

“Please don’t be calling me again?” Oviecq mengulang kalimat Amar sebelumnya “Hahahaha itu sih tindakan bunuh diri namanya,” lanjutnya yang langsung diberikan jentikan jari oleh Mia, menunjukkan kalau ia sangat setuju dengan pendapat itu. Berhenti berhubungan dengan pria itu? ah sepertinya itu memang tindakan bunuh diri.

“Bolleh juga tuh, sudah lama kan kita tidak makan gratis dan enak?” balas Amar masih dengan wajah tanpa bersalahnya kearah kedua sahabatnya yang lain, yang dibalas dengan majunya bibir Mia beberapa senti tanda cemberut sementara Muna dan Oviecq hanya tertawa menanggapi candaan Amar yang kadang memang suka ngomong semaunya.

“Kamu ngedoain aku cepet mati ia?” tanya Mia to the point, yang akan lebih tepat jika dibilang tuduhan yang terfonis. Segera setelah kalimat itu muncul, bukannya tersinggung Amar malah menjentikkan jarinya tanda setuju dengan pendapat itu.

“Sebenarnya aku tidak berdoa seperti itu, tapi jika memang terjadi Aku akan siap melayat dengan embel-embel makan gratis yang ada ditempatmu uuhuuuyeyeye,” balas Amar dengan bangganya.

“Isi perut mu aja lah yang dibesarkan tuh...” gerutu Mia ga jelas dan seperti yang diduga, bukannya tersinggung Amar malah semakin tertawa. Sepertinya mengerjai sahbatnya yang satu itu adalah termasuk salah satu hobby nya, entah apa yang ia banggakan dari hal itu.

“Suddahh... Tidak perlu dilanjutkan,” lerai Oviecq angkat bicara setelah lama hanya menjadi penonton semata, lagian ia tau benar. Jika itu dibiarkan, tidak akan ada habisnya perdebatan tidak penting itu.

“Jadi kapan rencana kamu akan memberi tahunya?” tanya Muna mengalihkan pembicaraann.

“Besok. Dan aku sama sekali tidak punya ide untuk apa yang bisa aku katakan padanya,” jawab Mia dengan pandangan menerawang. Entah apa yang difikirkan gadis itu sebenarnya.

“Memangnya apa yang membuatmu kesulitan? Bukannya kalian hanya teman ia? Status kalian tetap seperti kami bukan?” tanya Oviecq.

“Tepat sekali, kalau kamu dengan mudahnya memberi tau kita dengan wajah bahagia mu, kenapa manyun gitu saat ingin memberitahunya?” tanya Muna menimpali.

“Hahaha, bukankah sudah jelas alasannya? Kalau gadis ini pasti sangat berat untuk meninggalkan pria itu, seseorang yaangg... ahahaha haruskah aku yang ngomong?” kata Amar yang lagi-lagi membuat Mia menatap sebel kearahnya, sebenernya kapan sahabatnya yang satu ini bisa diajak serius. Dia jadi heran, kenapa bisa dia punya sahabat seperti ini. Dan ia jadi curiga, jangan-jangan dulu pertemanan mereka ada unsur sabotase nya kali ia. (Ini sih jelas banget lebay :D )

“Please deh, bisa ga. Buat kali iniii ajja. Kamu serius?” pinta Mia seketika, yang cep seperti seolah terhipnotis. Amar mengangguk setuju, entah setan mana yang tiba-tiba merasukinya menjadikannya nurut begitu. Kembali suasana terdiam, seolah terhanyut dalam fikiran masing-masing.

“Ehem, jadi sekarang kamu mau nya gimana?” tanya Oviecq membuka pembicaraan, Mia menggeleng lemah, ia benar-benar tidak tau apa yang sebaiknya ia katakan pada pria itu. Semua mendadak terasa salah, ia benar-benar tidak tau kenapa bisa sesulit ini.

“Begini saja, kalau menurut ku mending besok temui dia. Tatap matanya, dan aku yakin tanpa kamu hafal pun apapun kalimat kejujuran yang ingin kamu katakan akan meluncur begitu saja. Nikmati saja suasananya, aku yakin semua akan baik-baik saja,” saran Muna serius. Mia terdiam sesaat seolah memikirkan hal itu, sepertinya hanya itu pilihan yang dia punya. Semua teks hafalan yang ia ingin sampai kan juga sepertinya tidak bisa diingatnya dengan baik meski sudah berkali-kali ia praktekkan.

“BDW, apasih yang kamu suka dari pria itu? Padahal kan kamu tau sendiri dia itu seperti apa. Yaahh ga bermaksud menghina sih, tapi aku yakin dia pernah menyakiti hati mu lebih dari yang seharusnya kamu terima. Kenapa masih saja kamu menyukainya?” pertanyaan Amar yang bernada serius itu mampu membuat suasana kembali hening. Yang ditanya juga terdiam dengan ekpresi memikirkan sesuatu.

“Cinta. Aku rasa alasannya hanya karena itu,” jawab Mia akhirnya setelah beberapa saat terdiam. Entah memang ini sedang serius atau ketiga temannya tertawa dalam hati yang jelas masih dalam suasana hening yang tercipta. Semua masih menanggapi dengan keseriusan.

“Apa yang kamu cintai dari pria itu?” tanya Muna sambil melipat kedua tangannya diatas meja, siap mendengar alasan Mia yang masih tidak habis fikir dia memikirkannya. Bagaimana mungkin, setelah mendapatkan bukti bahwa pria itu mengkhianatinya, masih saja mau menerima untuk kembali berteman, meski ngakunya tidak pacaran sih. Tapi sikap yang ia tunjukkan masih seperti pacarnya saja.

“Emm, bagaimana yaa... Aku juga tidak tau kenapa aku bisa mencintainya sedalam ini, mungkin cintaku sudah benar-benar mentok ke dia saja kali ia. Bahkan sampai tidak ada ruang untuk cinta yang baru. Maksudku, aku baru bisa merasakan betapa pentingnya dia dalam hidup setelah kepergiannya. Seolah sebenarnya hidupku tidak lengkap tanpanya, terasa ada yang kurang dalam diri ini...

“Rasa yang sebenarnya aku juga tidak tau kenapa aku bisa merasakan padanya, yang aku tau hanya saat dia memintaku untuk kembali. Aku merasa kebahagiaan yang baru kali ini aku dapatkan seumur hidupku, terasa seolah nafasku kembali, seolah aku bisa melewati semua cobaan yang nantinya aku terima asal dia bersamaku, seolah aku kembali hidup. Ya, seperti itu lah,” jawab Mia dengan senyum menerawang, dari matanya jalas terpancar betapa bahagianya dia saat itu.

“Kalau memang demikian, kenapa kamu menolaknya untuk kembali?” tanya Oviecq langsung. Yang dengan cepat mendapat anggukan dari kedua sahabatnya yang lain.

“Aku tidak menolaknya,” jawab Mia cepat.

“Tapi buktinya kalian tidak pacaran kan?” jelas sekali nada yang Muna gunakan bukan hanya sebuah pertanyaan, melainkan pernyataan yang tidak terbantahkan.

“Memang. Tapi hubungan kami masih seperti orang pacaran, maksudku tidak ada yang salah dengan hanya sebuah status bukan?” Mia balik bertanya, yang langsung ketiga temannya menggeleng tanpa bisa mengerti jalan fikiran gadis itu, memangnya apa serunya hubungan tanpa status? Kebahagiaan semu? Tanpa ada ikatan yang jelas.

“Ah sepertinya itu bukan pilihan yang tepat, kalian tidak pacaran dan kamu tidak akan merasa kebahagiaan layaknya orang pacaran,” timpal Amar.

“Maksudmu, kebahagiaan hanya ditentukan dari sebuah status pacaran?” tanya Mia.

“Setidaknya begitu lah orang-orang menilai bukan? Saat kita pacaran sama orang yang kita cinta, tentu saja itu akan sangat membahagiakan,” jawab Amar tegas.

“Ah memangnya kamu fikir akhir dari hubunganmu dengan mantanmu itu begitu? Aku dengar kalian sempat diam-diaman dalam masa 2 minggu atau lebih kan? Bukannya wanita itu orang yang sangat kamu cintai ia? Dan kalian sudah pacaran. Kamu pacaran sama orang yang kamu cintai, tapi hubungan kalian tergantung selama itu, apakah itu yang namanya kebahagiaan?” tanya Mia yang membuat Amar terdiam, sepertinya kalimat itu benar-benar menancap tepat dihatinya. Benar pengalamannya memang seburuk itu, Wanita yang benar-benar dia cintai, sempat ia kenalkan pada orang tua nya, mendapat tanggapan baik dan siap ia perjuangkan. Ternyata harus berakhir luka.

“Hahaha, Sorry. Tapi ini melucukan,” komentar Oviecq “Ternyata kisahmu juga tidak seindah di novel-novel bukan? Dan yang terpenting, masih tidak jauh dari kisah Mia yang sepertinya ‘Menggenaskan’ atau lebih dari itu,” lanjutnya.

“Eh jangan seneng dulu, bukannya kamu juga mengalami hal yang tidak jauh berbeda ia?” tanya Mia kearah Oviecq dengan tatapan mengintimidasi.

“Memangnya apa yang terjadi pada kisahku?” masih dengan sisa-sisa tawa yang ia dengarkan disela-sela pertanyaannya kearah Mia.

“Aku dengar, kamu menyukai seorang gadis yang ngakunya sahabat. Tapi setelah lama ia seolah memberikan harapan, ternyata hanya dianggap sebatas teman saat kamu menembaknya. Kemudian, seolah penolakan itu masih belum cukup sakit, kamu harus menerima dia yang seolah menjauh setelah menjanjikan akan jadi sahabatmu ia? Dan aku rasa, dijauhi oleh orang yang kita cintai dan kita harapkan itu bukan kisah yang menyenangkan,” jawab Mia sambil melipat kedua tangannya diatas meja, memperhatikan espresi Oviecq yang hanya mampu terdiam kali ini. Ah benar, kisahnya juga bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dijadikan sebuah hiburan.

“Ahahaha, menyedihkan sekali nasib kalian bertiga. Aku tidak tahan untuk tidak tertawa sekarang,” tawa Muna memenuhi ruangan kaffe yang kebetulan sedang sepi, entah memang kisah ini melucukan atau menyedihkan. Sepertinya ia benar-benar tidak bisa menahan tawanya mendengar tragedi cinta ketiga sahabatnya.

“Sepertinya ada yang terlewatkan disini,” tiba-tiba Mia memotong tawa Muna yang masih dengan asyiknya sementara Amar dan Oviecq masih diam terhanyut dalam kisah menyedihkan yang pernah mereka rasakan.

“Apa?” tanya Muna.

“Bukannya kamu juga pernah merasakan kisah yang jauh lebih merumitkan dengan ini, saat pacar yang dulunya kamu cinta dan ingin diperjuangkan dalam keluargamu, tapi entah dengan alasan apa membuat cinta itu hilang dan dengan teganya bersikap layaknya pria itu bukan siapa-siapa, belum cukup dengan masalah mendiamkan pria itu selama 2 mingguan, kamu ditembak oleh sahabatmu yang sebenarnya kamu sudah terbiasa dengannya. Dilema itu sepertinya juga bukan rasa yang enak untuk dinikmati bukan?” jelas Mia kearah Muna yang langsung terdiam.

“Sudah diputuskan kisah cinta yang pernah kita alami ini, bukan sesuatu yang pantas untuk ditertawakan,” cetus Amar akhirnya setelah lama terdiam tidak kebagian dialog.

“Enggak juga dink, kok aku jadi pingin ketawa gini yak? Ahahahaha, jomblo masal. Apa ini yang namanya persahabatan. Dibulan dan tahun yang sama, mengalami kegalauan yang bergilir dirasakan. Aku rasa tragedi Agustus 2015 memang patut untuk dijadikan sejarah dalam hidup” Kata Mia disela-sela tawanya.

“Aku yakin, kisah ini akan lebih melucukan untuk 20 tahun kemudian,” balas Oviecq kemudian.

“Dan sampai saat itu tiba, kita harus tetap bersahabat. Agar nanti kita juga bisa menertawakan kisah ini bersama,” lanjut Muna sambil menjentikkan jarinya tanda setuju.

“Back to pembahasan pertama, jadi apa yang harus aku katakan besok pada pria itu?” tanya Mia dengan tampak serius.

“Halakh, begitu saja ribet. Sudahlah, jalani saja seperti air mengalir. Lepaskanlah, dan nanti hanya akan ada dua kemungkinan yang akan terjadi, Kembali atau terganti. Takdir Tuhan akan selalu indah sobat,” ucap Amar menyemangati, membuat ketiga sahabatnya terdiam mencerna kalimat yang baru saja didengarnya.

“Tumben pinter,” kemudian komentar Mia terdengar setelah beberapa saat semua terdiam.

“Jika itu sebuah pujian, terimakasiihh...” ucap Amar yang lagi-lagi tanpa tersinggung dengan tanggapan sahabatnya. Membuat Mia terdiam, bukan! Bukan kembali memikirkan apa yang ingin ia balas dari ucapan sahabatnya. Melainkan ia sedang berfikir, ini cerita kenapa jadi molor ga jelas gini yak??? Ah sudahlah.

Yang penting bisa nongol lagi, dan diusahain bakalan terus Update. Over all, see you next time ia...
Detail Cerpen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar