Cerpen Cinta ‘Sweety Heart’ Part ~ 04

Setelah bersemedi akhirnya bisa juga melanjutkan nih cepren. Meski masih seperti sebelum-sebelumnya, tidak tau mau dibawa kemana cerpen kelanjutan ini sebenarnya, tapi aahh sudahlah. Ikuti saja apa yang akan terjadi. Lanjut terusss... cerpen cinta ‘Sweety heart’ juga sepertinya belum ketemu sama yang namanya ending. Karena penulis cantik ini juga tidak tau bagaimana untuk mengahiri sebuah cerpen membingungkan ini. Ahahhaha ide awal buyar ga jelas.

Dan untuk cerpen romantis ‘Mendadak naksir’ sepertinya akan dipost lain kali saja yaa... untuk yang udah lupa sama part sebelumnya, bisa langsung di cek disini. Over all, selamat membaca...


Cerpen Romantis ‘Sweety Heart’ Part ~ 04

“Melihat reaksimu, sepertinya aku benar. Yaahh sakit juga ternyata” Lanjutnya sambil menyentuh dadanya. Kemudian melangkah kembali menghadap kesisi atap bangungan kampusnya, menatap kebawah yang memang tinggi. Savira mematung ditempatnya. Baru kemudain mengikuti langkah Farel, meredamkan detak jantungnya sekilas, baru kemudian bersuara.

“Sebenarnya apa maumu?” Tanya Savira.

“Aku tidak menyangka kamu melupakanku Savira, apalagi melupakan rasa yang kamu punya sebelumnya” Farel tidak menghiraukan pertanyaan Savira sebelumnya “Meskipun begitu, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku pasti akan merebut kembali apapun yang menjadi milikku sebelumnya. Aku tidak pernah mau berbagi, dan kamu” Tunjuknya kearh Savira “Aku ingin kamu tidak mempersulitku untuk membuatmu mengingat segalanya” Tandasnya.

“Aku benar-benar tidak mengerti dengan ini semua Farel. Kamu ngomong apa. Aku sama sekali tidak mengingatmu” Kata Savira frustasi.

“Cukup rasakan dalam hatimu Savira. Ahh sudahlah, itu akan menjadi tugasku, yang jelas kamu tidak boleh menyulitkanku. Kamu akan tau sendiri nantinya” Balas Farel.

“Sampai kapan kamu akan berhenti?” Tanya Savira.

“Sampai aku benar-benar yakin kalau kamu tidak menginginkanku lagi” Jawab Farel sambil menatap lurus kearah Savira, dan dari sana Savira bisa merasakan semua perasaan Farel yang sepertinya juga sulit untuk diartikan, perasaan sedih, kecewa, menderita, kesepian, takut, penyesalan dan merana.

“Bagaimana kalau aku mengatakannya sekarang kalau aku tidak menginginkamu?” Tanya Savira.

“Jangan mengatakan sesuatu yang sebenarnya kamu sendiri juga tidak yakin akan itu. Lagian aku berkata, aku akan berhenti saat aku yakin akan itu, tidak perduli seberapa keras kamu mengatakannya. Aku masih belum yakin sebelum aku berusha untuk membuktikannya sendiri”

“Ahh terserahmu sajalah, aku juga sudah tidak perduli lagi dengan apa yang kamu lakukan. Bukan karena aku ingin, tapi karena aku yakin. Kamu tidak akan menerima kata tidak” Akhirnya Savira mengalah.

“Kamu yakin akan itu?” Tanya Farel kaget.

“Ya.! Tentu saja, aku sangat yakin. Dan tentunya aku juga tidak tau kenapa aku yakin akan itu. Hanya saja, yaahh aku merasakannya. Begitu saja” Jawab Savira menjelaskan.

“Sepertinya hatimu tidak benar-benar melupakanku” Balas Farel sambil tersenyum. Seolah terhipnotis, Savira terpana melihat senyuman itu. Lagi-lagi membuat gemuruh dihatinya semakin bergejolak. Perasaan tenang menghampirinya, dan mood nya langsung naik drastis menjadi sangat bersemangat. Sampai ia bisa begitu yakin, ia akan bisa melewati masalah sebesar apapun jika ia tetap bisa melihat senyuman itu. Senyuman yang entah kenapa seolah sangat dirindukannya. Dan kali ini, sebelum sempat fikirannya menyaring apa yang ia rasakan. Hati dan perasaannya sendiri sudah menobatkan kalau senyuman itu akan menjadi senyuman terfavoritnya.

“Hampir lupa. Kenapa kamu kemari?” Tanya Farel dan kembali mengingatkan Savira akan niatnya menemui Farel. Dan setelah ditimbang-timbang memang seharusnya ia meminta maaf. Tapi saat ini, ia benar-benar seolah menyesali keputusannya. Perasaan takut tiba-tiba menyusup kedalam dadanya. Apa yang harus ia lakukan sekarang.

“Akuu...” Savira kembali merasa gugup dan menundukkan kepalanya takut “Ehem, maksudku aku kesini karena... aku...”

“Iyaa??” Tanya Farel.

“Aku yakin kamu tau apa yang ingin aku katakan Farel” Akhirnya kata itu yang keluar dari mulut Savira dan membuat Farel menahan tawa gemesnya. Benar-benar seperti yang ia duga, gadis itu memang masih seperti gadis masa kecilnya, dan ia memang sengaja merencanakan itu semua. Ia ingin menikmati kegugupan Savira.

“Entahlah... aku tidak yakin” Ucap Farel sengaja memberikan kesempatan Savira untuk menjelaskan apa yang ingin ia katakan.

“Aku tidak tau kenapa aku benar-benar merasa takut sekarang. Perasaan ini mengingatkanku pada sesuatu, sepertinya aku pernah mengalami ini. Dan mengingat betapa menyakitkan dan menakutkan nya perasaan ini aku sangat yakin bahwa aku pernah mengalami ini sebelumnya. Aku tidak pernah takut pada siapapun, dan yang bisa membuatku takut serta merasa bersalah selain orang tua ku hanya laki-laki itu... tapi...” Ucap Savira dalam hati masih menahan kegugupanya.

“Aduh...” Keluh Savira sambil memegangi kepalanya, Farel yang melihatnya langsung menghampiri Savira kaget.

“Savira, kamu kenapa?” Tanya Farel tampak khawatir.

“Akuu... aku mengingat sesuatu. Tapi...”

“Sudah, jangan memaksakan diri. Aku minta maaf” Kata Farel sambil memegangi kedua bahu Savira yang tampak masih menahan sakit dikepalanya.

“Kamu minta maaf? Untuk apa?” Tanya Savira dan berusaha untuk menatap kearah Farel meskipun sakit dikepalanya masih ia rasakan.

“Aku minta maaf karena gara-gara aku kamu menjadi seperti ini. Sudahlah, tidak perlu memaksakan diri lagi” Jawab Farel masih dengan kekhawatiran yang masih jelas ketara. Sepertinya memang tidak mudah mengingatkan kembali pada masa lalunya.

Walau bingung dengan apa yang Farel katakan, tapi Savira juga tidak bisa untuk menanyakan lebih lanjut. Karena semakin ia berusaha untuk mengingat, maka semakin banyak rasa sakit yang ia rasakan. Bahkan ia juga bingung kenapa Farel melakukan semua itu, tapi tetap saja Savira lebih memilih untuk diam dan berusaha untuk menahan rasa sakit seolah ada yang menusuk-nusuk kepalanya dengan benda tajam. Menyakitkan. Tapi dalam hati ia masih menanyakan siapa Farel sebenarnya. Dan ada apa dengan masa lalunya?
Cerpen Cinta 'Sweety Heart'

Savira menggeliat sesaat, lalu dengan perlahan duduk dikasurnya, mengusap-usap matanya yang sepertinya belum terbiasa dengan cahaya terang yang terpancar dari kaca jendela kamarnya, menunjukkan jika sang Raja surya sudah tinggi di ufuk timur. Sekilas Savira melirik jam yang berada diatas mejanya. Pukul 08 : 23 pantas saja matahari sudah tinggi. Savira turun dari ranjang dengan mata yang setengah terpejam. Masuk kedalam kamar mandi setelah menyambar handuk terlebih dahulu.

Setelah rapi dengan pakaian santai nya, Savira melangkah keluar kamarnya, menuju dapur dan mencari sesuatu yang bisa untuk mengganjal perutnya yang terasa lapar, tapi tidak ada apapun didapurnya. Membuat Savira menghembuskan nafas kesal. Apakah ia harus membuat sarapan? Ahh sepertinya ia. Kalau ia tidak mau mati kelaparan. Baiklah, dengan menyunggingkan senyum untuk mengumpulkan semangatnya kembali, Savira menyiapkan semua keperluannya, sepertinya ia akan membuat nasi goreng saja untuk mengisi perutnya pagi ini.

Tak sampai setengah jam Savira sudah selesai membuat nasi gorengnya. Meletakkan sepiring sarapannya diatas meja, lalu melangkah kembali kedapur untuk mengambil air minum. Tapi setelah kembali lagi kemeja, Savira langsung membulatkan matanya kaget begitu melihat Vano. Kakaknya. Yang dengan tanpa permisinya telah menyantap makanannya. Dengan cepat Savira menarik piring tepat didepan kakaknya.

“Apa-apaan ini? Main nyelonong ajja...” Keluh Savira tidak terima.

“Lho, memangnya kenapa. Sebagai ‘Adik’ sudah sepantasnya dunk kamu menyiapkan sarapan untuk kakaknya sendiri. Apalagi karena ibu dan ayah yang masih di pekan baru sekarang” Balas Vano dan kembali menarik piring berisi nasi goreng tadi dan kembali melahapnya.

“Enak ajja” Savira kembali menarik piringnya “Kalo mau ambil ajja noh didapur, masih ada kayaknya” Lanjutnya.

“Ya elah, kamu jadi ‘Adik’ kok gitu banget sii sama kakaknya sendiri, udah tanggung nih. Siniin. Kamu ambil lagi ajja” Kebali vano menarik piring berisi sarapannya. Dengan menekankan kata ‘Adik’ untuk mengingatkan Savira akan posisisnay saat itu. benar-benar menyebalkan, menurut Savira.

“Hais, kakak bener-bener menyebalkan” Gerutu Savira tapi tetap melangkah kembali kedapur untuk mengambil sarapan untuknya. Benar-benar punya kakak satu ajja ngerepotin. Dalam hati Savira berharap semoga makhluk yang satu itu cepat mendapat pendamping yang bisa mengurusinya kelak. Semoga saja wanita itu tidak mengeluh terus-terusan.

“Kok Piringnya Cuman satu?” Tanya Vano saat Savira meletakkan baskom berisi nasi goreng dan menyendokkan nasi kepiring yang tadi dibawanya. Savira menoleh kearah vano dengan tatapan bertanya, memangnya mau berapa banyak lagi?

“Memangnya butuh berapa piring lagi untuk sarapan?” Savira balik bertanya.

“Satu sii... Tapi kan ada Farel juga. Seharusnya piringnya satu lagi dunk” Jawaban Vano membuat gerakan Savira terhenti dan menatap kakaknya bingung. Farel? Disini? “Kamu ga lupa sama kejadian semalam kan? Sekarang tuh anak lagi mandi” Pertanyaan kakaknya kembali membuat Savira memeras otaknya untuk berfikir. Semalam? Kalo ga salah itu...

“Ehemm...” Deheman dari arah belakang membuat Savira dan Vano menoleh dan mendapati Farel yang berdiri dengan sedikit canggung.

“Eh Farel. Udah selesai? Ya udah yuk sini sarapan bareng” Ajak Vano sambil menarik kursi disampingnya sambil tersenyum, sementara Savira masih berusaha untuk mengingat apa yang terjadi semalam.

Seingatnya sore saat ia merasakan sakit dikepalanya waktu menemui Farel di kampusnya, makhluk itu bersikeras untuk mengantarkannya pulang. Yang mau ga mau juga harus diturutinya, kemudian ia beristirahat dikamar dan keadaan dirumah memang sepi. Samar-samar ia juga ingat kalau Farel membantunya yang mendadak demam. Farel membantu mengompres nya. Seolah Farel memang sudah sangat hafal dengan apa yang harus ia lakukan. Dan disamping Farel membuatnya merasa nyaman. Meski sakit dikepalanya tidak kunjung sembuh tapi setidaknya ia tidak merasa terlalu kesepian.

Tunggu, diingat-ingat lagi bukannya kemaren dirumah hanya ada mereka berdua ya? Karena Savira juga ga tau Vano ada dimana, setelah mengingat itu Savira membulatkan matanya kaget dan menatap kearah Farel. Bukannya laki-laki itu bilang bahwa dia menyukainya. Lalu mereka hanya berdua berada dirumah itu. hanya berdua. Jangan-jangan Farel...

“Gimana keadaanmu? Udah agak baikan?” Tanya Farel sambil duduk tepat didepannya dan tersenyum. Deg, jantung Savira kembali terpacu, astaga! Sepertinya memang senyuman itu sudah benar-benar ia nobatkan menjadi senyuman terfavorit karena kini Savira tidak bisa mengatakan apa yang harusnya ia pertanyakan. Kaget, seneng, baahagia, malu dan takut ia rasakan saat ini. Perlahan sebelum bisa dicegah Savira menganggukkan kepalanya karena memang sudah agak mendingan. Sakit dikepalanya sudah tidak terasa lagi.

“Bagus deh kalau begitu. Jadi ini buat aku kan? Makasii yaa” Lanjut Farel sambil meraih sepiring nasi goreng dihadapan Savira. Sebelum sempat memprotes, lagi-lagi Farel memberikan senyuman yang mampu untuk menghipnotis Savira dan membiarkan hal itu terjadi. Ia juga seolah ga menyadari saat kembali melangkahkan kakinya menuju kedapur untuk mengambil piring.

“Tunggu deh, kenapa dua makhluk itu dengan seenaknya ‘Merampok’ makananku tepat didepanku yak? Astaga! Savira, sepertinya kamu benar-benar sudah diperdayai dengan senyuman mematikan itu. Benar-benar menyebalkan” Gerutu Savira sebel baru kemudian kembali melangkahkan kakinya kembali menuju meja makan. Perutnya benar-benar laper. Setelah diingat-ingat kembali, kapan terakhir kali ia makan? Sepertinya kamaren pagi atau malah malam sebelumnya. Entahlah, sepertinya ia memang harus mengisi perutnya jika tidak mau mati kelaparan.

Cerpen Cinta 'Sweety Heart'
 
“Ga ikutan berenang?” Tanya Farel sambil duduk disamping Savira yang sedang duduk diruang tamu dengan majalah ditangan.

“Ga lah. Males. Kamu sendiri, ga ikutan berenang? Bukannya tadi kalian sedang asyik berdua ya?” Tanya Savira tampa menoleh.

“Mau nya juga begitu. Tapi aku berubah fikiran” Jawab Farel.

“Kenapa?” Kembali Savira menanyakan pertanyaan Refleks itu dan menoleh kearah Farel. Karena sebenarnya ia benar-benar ingin bersikap dingin terhadap makhluk yang satu ini. Tapi sepertinya hati dan tubuhnya tidak bisa diajak bekerja sama.

“Karena aku fikir, lebih asyik jika aku bersamamu. Dan mungkin aku bisa tetap berenang asal kamu juga ikut melakukannya” Jawab Farel dengan ekspresi jahilnya. Membuat Savira membuka mulutnya siap mau protes, tapi niat itu hanya tinggal niat saat senyuman Farel tersungging menghiasi bibirnya. Membuat Savira tidak bisa memikirkan hal lain selain keterpesonaan. Sebenarnya ada apa dengan dirinya, dan sebelum malu sendiri, akhirnya Savira lebih memilih untuk melanjutkan melihat majalah ditangannya. Mungkin menghindari makhluk ini adalah hal yang tepat. Menyembunyikan kegugupannya.

“Aku tidak tau kalau ternyata senyumanku masih mampu untuk mempengaruhi keadaanmu” Kata Farel yang jelas jika itu sebuah ‘Pernyataan’ saat mereka duduk diruang tamu, kebetulan hanya ada mereka berdua disana sementara Vano yang mengatakan ingin berenang begitu jam menunjukkan pukul 13:14 tadi.

Savira menoleh, siap untuk protes. Tapi sebelum kalimat itu keluar lagi-lagi Farel menyunggingkan senyuman yang secara otomatis seperti menggunakan Remote Control membuat Savira kehilangan kata-katanya dan kali ini membuat tawa Farel memecah kesunyian yang ada. Dalam hati Savira mengumpat sebisanya. Hais, laki-laki ini. Sebenarnya siapa dia. Kenapa fikirannya tidak bisa mengingat sama sekali sementara hatinya seolah mengenal Farel lebih dari siapapun.

“Aku senang dengan kenyataan ini. Dan Savira, sepertinya mulai sekarang kamu tidak bisa lepas begitu saja dariku” Ucap Farel setelah menghentikan tawanya.

“Silahkan bermimpi. Dan ngomong-ngomong sampai kapan kamu akan tetap disini?” Tanya Savira berusaha untuk membuat suaranya terdengar datar sambil membolak-balikkan majalan yang ada ditangannya.

“Sampai kamu yang menginginkan untuk aku pergi” Jawab Farel lagi-lagi dengan nada jahilnya. Ia yakin kalau kata itu akan menyadarkan Savira jika kemaren Savira yang mengingknkan Farel untuk tetap tinggal, atau akan lebih tepat jika dibilang keinginan Savira saat ia setengah sadar dan dalam keadaan tidak stabil. Dengan kesal Savira menutup majalahnya lalu menatap kearah Farel siap mau protes. Dan kejadian itu kembali terulang. Senyuman Farel seolah menghipnotisnya.

“Bisa tidak kamu berhenti tersenyum seperti itu” Akhirnya kata itu yang keluar dari mulut Savira untuk menghentikan detak jantungnya yang kembali menggila. Dasar makhluk menyebalkan.

“Hehehhe Tidak” Jawab Farel bangga “Aku akan tetap melakukan apapun yang bisa membuatmu merespon terhadapku” Lanjutnya.

“Baiklah, aku tau senyumanmu mampu mengendalikan diriku. Tapi kamu juga harus tau bahwa aku sama sekali tidak mengingatmu” Tegas Savira “Dan aku juga tidak mungkin mengingatmu. Tidak mungkin” Lanjutnya.

“Aku tau itu. Tapi Savira, jika itu tidak mungkin. Maka aku akan membuatnya menjadi mungkin. Terdengar mustahil? Tidak papa, aku akan memungkinkan sesuatu yang kamu sebut tidak mungkin itu” Jawab Farel yakin.

“Sudahlah. Terserah denganmu saja” Akhirnya Savira lebih memilih mengalah dan berdiri siap melangkah pergi. Sepertinya ia harus menjauhi Farel jika ingin menyelamatkan nyawanya. Bisa gawat kalau jantungnya benar-benar keluar dari rongganya jika terus-terusan berdetak cepat seperti itu. Dan sepertinya Farel juga berniat untuk membunuhnya secara perlahan. Benar-benar makhluk menyebalkan.

“Kamu mau kemana?” Tanya Farel.

“Kamar” Jawab Savira tampa menoleh “Kenapa? Kamu mau ikut?” katanya sepintas lalu dengan sebel.

“Kamu mengizinkannya?” Tanya Farel sambil berdiri membuat Savira menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap tajam kearah Farel “Ahh baiklah. Sepertinya itu hanya basa-basi saja. Aku tau itu” Lanjutnya dan kembali mendudukan tubuhnya dikursi. Membuat Savira memutar bola matanya sebel. Walau tak urung ia merasakan jika sikap Farel ini lucu dimatanya. Kemudian kembali melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
 
Cerpen Cinta 'Sweety Heart'
 
“Sudah ku katakan, aku baik-baik saja. Kenapa kamu masih mau memaksakan diri untuk mengantarku” Protes Savira dan turun dari motor Farel setelah sampai diparkir kampusnya.

“Aku kan sudah bilang, kamu boleh kuliah asal aku yang ngantar. Kamu sendiri yang mau” Balas Farel dengan santai.

“Itu karena kamu tidak mengizinkan aku pergi sendiran, dan apa itu. mengancamku lebih baik tidak kuliah jika tidak berangkat denganmu. Hais, bisa tidak sii kamu itu tidak mengganggu hidupku. Bahkan sekarang kak Vano juga lebih mempercayakan apapun denganmu dari pada dengan adik nya sendiri” Gerutu savira sebel.

“Ehehehhe, itu karena aku punya senyuman yang mampu menyejukkan hati siapapun” Balas Farel bangga, kemudian Savira menunjukkan ekspresi mau muntah mendengar kata itu. Meski dalam hati ia juga mengakuinya, sementara Farel tertawa melihat ulahnya.

“Ya sudah, sekarang kan sudah disini. Jadi kamu tidak perlu menjadi ‘Bodyguard’ dadakan yang sok seperti pahlawan kesiangan. Aku mau kekelasku dulu, mencari Seril” kata Savira dan melangkah meningalkan Farel.

“Seril atau Dirga” Kata Farel yang mampu menghentikan lakah Savira dan menoleh kearahnya sebel.

“Tentu saja seril. Dan dirga juga. Memangnya kenapa, kan aku sahabat mereka. Ada yang salah?” balas Savira sebel.

“Tentu saja ada. Sekarang aku masih bisa menahanya, tapi awas saja jika kamu terlihat lebih dari pada teman terhadapnya. Jangan tunjukkan kepada siapapun bahwa kamu menyukainya karena aku...”

“Farel” Potong savira makin kesel “Kamu benar-benar keterlaluan” Lanjutnya dan melangkah pergi. Makhluk ituuuu, kenapa bisa menjadi sangat menyebalkannya. Hais, keluh savira dan berusaha untuk meredam rasa emosinya sebelum rasa kesel itu semakin menjalar kedalam tubunya.

“Savira...” Langkah Savira terhenti mendengar namanya dipanggil, senyumannya mengembang begitu melihat Seril yang sedang melangkah menghampirinya.

“Hei seril. Aku baru sajaa....”

“Ikut denganku” Potong Seril dan menarik tangan savira mengikutinya. Meski bingung, Savira tetap mengikuti langkah sahabatnya. Seril menghentikan langkahnya sementara Savira mengedarkan pandangannya. Taman belakang kampus. Kenapa mereka kesini, bukannya jam masuk mereka sebentar lagi.

“Jelaskan pada ku dengan apa yang terjadi ini” Tuding Seril langsung sebelum savira sempat bertanya, bingung Savira menarik alisnya tanda ga ngerti “Jelaskan padaku, kamu menyukainya kan?” Lanjut Seril lagi. Dan Deg, jantung Savira seolah berhenti berdetak mendengar pertanyaan itu. Suka??? Jangan-jangan seril tau kalau ia menyukai Dirga. Astaga. Bagaimana ini. Savira langsung gugup dan bingung harus bagaimana menjelaskannya.

“Seril ini tidak seperti yang kamu fikirkan...” Ucap Savira akhirnya, bagaimana pun ia tau Seril menyukai Dirga, jadi mana mungkin ia mengakui itu. tapi disaat seperti ini, sepertinya berbohong juga bukan hal yang tepat.

“Aku melihatnya Savira. Dan aku mendengarnya sendiri. Diparkiran tadi, aku melihatmu berjalan menjauhi Farel, kemudian Farel mengatakannya kepadaku” Jawab Seril.

Farel? Savira kembali terdiam, jangan-jangan benar dugaannya jika Seril tau kalau dia menyukai dirga. Karena yang tau itukan hanya farel. Sebenarnya apa yang difikirkan makhluk itu. kenapa ia membuat ini semakin sulit, bagaimnaa juga Seril menghindarinya, dan dirga juga... apa makhluk itu memang sudah gila dan ingin menghancurkan persahabatan mereka.

“Kamu jangan percaya sama makhluk itu” Kata Savira akhirnya.

“Maka dari itu aku ingin mendengarnya langsung darimu. Aku ingin tau, bagaimana pandanganmu sendiri. Kita sahabatan kan? Kenapa kamu masih tidak mau menceritakannya padaku? Kamu menganggapku sahabat atau bukan?” Kembali Seril mengatakannya dengan lembut yang membuat Savira merasa bersalah. Bagaimana ini, semua ini gara-gara Farel. Benar-benar cukup menyebalkan laki-laki itu. awas saja, ia pasti akan memberi perhitungan. Bukan mentang-mentang ia menyukainya lalu seenaknya saja merusak kehiduannya.

“Baiklah. Aku minta maaf Seril, akuuu akkuuu memang menyukainya” Aku savira akhirnya. Dan seprti yang ia duga, Seril membulatkan matanya kaget. Dan savira hanya mampu untuk menunduk gugup. Ia tidak berani untuk menatap sahabatnya.

“Jadi kamu benar-benar menyukainya??? Sejak kapan?” Tanya Seril dan terduduk disalah satu kursi yang tepat disampingnya, Savira jadi merasa bersalah, dan kembali memaki Farel dalam hatinya. Gara-gara laki-laki itu ia telah menyakiti sahabatnya. Farel harus tanggung jawab atas ini. Ia tidak boleh semena-mena lagi.

“Maafkan aku Seril...” Setitik air mata jatuh dipelupuk mata Savira saat ia mengatakan itu, bagaimana ini, dan setelah ini apa yang akan terjadi dengan persahabatan mereka. Ia benar-benar membenci Farel saat ini, dan berusaha keras agar ia bisa menghindari makhluk itu lagi. Jika kemaren-keamren masih ada sedikit rasa ga enak. Tapi saat ini tidak lagi. Ia benar-beanr membenci farel. Bahkan sangat.


Bersambung...

Kekekekeke, kok jadi kagak jelas gini yak? Aaahh yaa sudahlah. Kan sudah dibilang. Yang penting dilanjut. Ihihihihi... over all, ketemu di cerpen selanjutnyaaaa... bye...


Salam~Mia Cantik~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar